logo

Karaeng Patingalloang

Karaeng Pattingalloang (1600-1654) atau I Mangangada’-cina I Daeng I Ba’le Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud Tumenanga ri Bontobiraeng) dari Makassar adalah putra Raja Tallo VII Karaeng Matowaya (1573-1636) dengan Iwara (putri sulung Raja Gowa XII Tunijallo: 1565-1590). Karaeng Pattingalloang tersohor karena ketertarikannya yang tinggi pada ilmu pengetahuan barat pada masa itu.

Sejak usia delapan belas tahun, dia meminta orang-orang Inggris untuk mengirimkan kepadanya penemuan-penemuan terbaru teknologi perkapalan Eropa. Karena talenta kepemimpinan dan pengetahuan yang luas, Pattingalloang muda sudah diberikan tanggung jawab untuk mengurus daerah Ujung Tanah di Makassar. Jabatan itu ia emban sebelum menjadi raja Tallo. Barulah pada usia 39 tahun, dia dilantik menjadi raja Tallo yang sekaligus menjabat sebagai perdana menteri Kesultanan Gowa mendampingi Sultan Malikussaid (1639-1659). Begitu penting posisi tokoh ini sebagai calon pemimpin kesultanan kembar Gowa-Tallo.

Pattingalloang sangat dikenal oleh orang-orang Eropa dibandingkan dengan raja-raja lain sezamannya. Dalam sumber asing, dirinya bahkan memiliki julukan Bapak Makassar. Hal ini terjadi bukan hanya karena dirinya merupakan raja yang selalu berinteraksi dan sangat baik kepada semua orang asing yang datang di negerinya, tetapi terutama karena semangat belajarnya yang luar biasa dalam mempelajari ilmu pengetahuan Eropa, sesuatu yang tidak lazim ditemukan di kalangan raja-raja Nusantara pada masanya.

Karaeng Patingalloang

Karaeng Pattingalloang (1600-1654) or I Mangangada'-chinese I Daeng I Ba'le Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud Tumenanga ri Bontobiraeng) of Makassar was the son of King Tallo VII Karaeng Matoway (1573-1636) with Iwara (eldest daughter of King Gowa XII Tunijallo : 1565-1590). Karaeng Pattingalloang was famous for his high interest in western science at that time.

From the age of eighteen, he asked the British to send him the latest inventions of European shipping technology. Due to his leadership talent and extensive knowledge, the young Pattingalloang has been given the responsibility to manage the Ujung Tanah area in Makassar. He held the position before becoming the king of Tallo. It was only at the age of 39 that he was appointed king of Tallo who also served as prime minister of the Sultanate of Gowa accompanying Sultan Malikussaid (1639-1659). The position of this figure is so important as a candidate for leader of the twin sultanates of Gowa-Tallo.

Pattingalloang was well known to Europeans compared to other kings of his contemporaries. In foreign sources, he even has the nickname Mr. Makassar. This happened not only because he was a king who always interacted and was very kind to all foreigners who came to his country, but mainly because of his extraordinary enthusiasm for learning in studying European science, something that was not commonly found among the kings of the archipelago at that time.